Rabu, 02 Januari 2013

SABILILLAH Vs SABILITHOGUT

“Orang-orang beriman berperang di Jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di Jalan Thogut. Sebab itu perangilah kawan-kawan Syetan itu, karena sesungguhnya tipu daya Syetan itu lemah” (Qs An-Nisa [4] : 76)

Dalam Al-Qur’an kalimat sabil sering dihubungkan dengan kalimat Allah dan at-Thagut. Sehingga membentuk kalimah SABILILLAH, artinya “Jalan Allah”. atau SABILITHOGUT, artinya “Jalan Thogut”. Jalan Allah adalah jalan yang lurus, sedangkan Jalan Thagut adalah jalan yang sesat.

Sabilillah

Sabilillah adalah cara, sistem, metode atau sarana/prasarana untuk terlaksananya pengabdian kepada Allah. Tidak akan diterima amal seseorang kalau tidak berada pada SABILILLAH. Sebagai contohnya “INFAQ”. Allah menyuruh muslim agar berinfaq fi Sabilillah/di Jalan Allah. “Dan berinfaqlah di “jalan Allah”….” (Qs Al-Baqarah [2] : 195). Begitupun “DAKWAH”, Dakwah atau mengajak manusia bukan kepada kelompok, organisasi, partai, Syu’ubiyyah/Nasionalisme. Mengajak manusia yang benar adalah mengajak ke dalam Sabilillah. “Ajaklah manusia ke “jalan Rabmu” dengan bijaksana…”(Qs An Nahl [16] : 125). Kemudian berjihad atau berjuang membela kebenaran harus di dalam Sabilillah, “Dan berperanglah kalian “di Jalan Allah” ….(Qs Al-Baqarah [2] : 244)

Sabilithogut

Menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bentuk Thagut antara lain :
Penguasa Zalim yang menolak Hukum Allah (QS An-Nisa [4] : 51, 60)
Institusi, baik lembaga organisasi atau lembaga Negara yang berhukum kepada selain hukum Allah (Qs A;-Maidah [5] : 44, 45, 47)

Adapun dasar hukum Thogut adalah filsafat/hawahu (Qs 23:71), Nenek moyang/Abaahu (Qs 5 : 104) dan hukum-hukum Jahiliyah. Dalam pelaksanaannya Sunatullah para pengikut Thagut akan memerangi para pendukung Sabilillah dengan menggunakan sistem, cara, metode buatan Thagut, diantaranya saat ini berdasarkan kesepakatan suara terbanyak manusia yang tidak tahu menahu hukum Allah atau DEMOKRASI (Qs 6 : 116), inilah yang dimaksud Sabilithagut.

Suatu hal yang ironi orang yang mengklaim berjuang fi Sabililllah tapi menggunakan sistem Thogut tersebut (Qs 4 : 60). Atau lebih ironi lagi, sudah memahami bahwa institusi tersebut adalah institusi Thogut tapi masih mengkritisi kebijakan-kebijakannya atau berada dibawah naungannya/perlindungan hukum.

Sementara Para Rasul Allah senantiasa bersikap “MUKHLISIINA LAHUDDIN” (QS 98 : 5), murni dalam bersistem tanpa ada campur baur dengan sistem gherul islam. Rasululullah saw dan para pelanjutnya hingga akhir jaman bersikap AL-BARO’AH (Qs 60 : 4), berlepas diri/tidak mau tahu/tidak peduli/tidak ambil pusing terhadap aturan-aturan maupun kebijakan-kebijakan Thagut, sembari bersikap AL-WALA kepada kepemimpinan dan aturan-aturan Allah. Sebagaimana halnya Nabi Muhamad Saw di awal perjuangan Islam membentuk DARUL ARQOM (sebagai tempat bermusyawarah/pembinaan umat) sebagai tandingan untuk melawan DARUN NADWAH (tempat berkumpulnya/musyawarah Abu Jahal dan pemimpin Quraiys).Rasululullah Saw dan para Sahabatnya tidak pernah bermusyawarah didalam Gedung Darun Nadwah, walau sempat diajak sekalipun dan tidak memperdulikan kebijakan-kebijakan Kubu Darun Nadwah, atau dengan kata lain tidak pernah BERDEMO di halaman Gedung Darun Nadwah untuk menegakkan Hukum Allah.

Tapi Rasululullah Saw memperkuat dan memperkokoh barisan Darul Arqom (Kaum muslimin) baik dari segi kualitas (Pembinaan, Qs 62 : 2) maupun Kuantitas (Dakwah, Qs 16 :125) untuk menyongsong tegaknya Hukum Allah dalam wujud Madinah, Daulah hingga Khilafah (Qs 25 :55).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar